20 November, 2007

Aku Bangga Di Borneo Tribune

Tiga bulan terakhir ini saya dipercayakan manajemen Harian Borneo Tribune, media lokal di Kalimantan Barat sebagai manajer pemasarannya.
Pemasaran di sini digabung menjadi satu, koran dan iklan. Untuk diketahui, Harian Borneo Tribune adalah media yang baru diterbitkan di Pontianak, 19 Mei 2007 lalu. Media ini berdiri sendiri tidak bergabung dengan group media yang ada seperti Jawapos, Kompas atau yang lainnnya.
Modal dan tenaga kerja dipegang putra-putri dari Kalimantan Barat. Media ini berdiri berawal dari redaktur pelaksanan dan empat redaktur di Harian Equator (Jawapos grup) yang mosi tak percaya kepada pimpinan redaksinya menuntut perbaikan dan tranparansi manajemen.
Awalnya, mereka mendapatkan dukungan penuh dari seluruh karyawan namun seiring berjalannya waktu, karyawan yang mendukung hampir semua balik badan sehingga mereka memilih keluar. Terakhir ini, karyawan Harian Equator yang bergabung dengan lima redaktur tadi di Harian Borneo Tribune melebihi 20 orang.
Karena kemampuan kelima redaktur ini dalam mengelola pemberitaan dan hubungan baik dengan semua pihak, sejumlah warga Kalimantan Barat patungan modal membentuk sebuah perusahaan yang diberi nama PT Borneo Tribune Press. Perusahaan ini kemudian dipercayakan kepada kelima redaktur tersebut untuk mengelolanya dari persiapan, lauching, pemberitaan, iklan, pemasaran dan hingga sekarang masih terus berjalan dengan pesat.
Sejak lauching, 19 Mei 2007 lalu, Harian Borneo Tribune terbit dengan 24 halaman terdiri dari 4 halaman full warna dan 20 halaman hitam putih. Koran baru ini mengalami kemajuan pesat dibanding koran-koran yang baru muncul. Ini karena Borneo Tribune memiliki mesin sendiri dengan mesin Goss Community berkapasitas 15.000 eksamplar per jam dengan harga jual per eksamplarnya senilai Rp 2500,-
Selain itu juga, koran ini sudah memiliki perwakilan hampir seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Walapun koran ini baru, kru-kru terus menerus mengembangkan diri untuk membesarkan ‘Koran punye orang Kalbar ini’.
Ide gile yang cukup membuat saingan lainnya berdebar adalah cetak 25.000 eksamplar dan dibagikan gratis. Ide smart ini diwujudkan ketika Idul Fitri 1 Syawal di saat media-media lain tidak terbit, Harian Borneo Tribune terbit dengan format beda. Bedanya dibagikan gratis dan sebelumnya tidak ada media yang membagi gratis korannya dalam jumlah sebesar 25.000 eksamplar. Lantas rugikah mereka?
Ide gile ini dijual kepada empat kandidat gubernur Kalbar yang sudah bertarung 15 November 2007 kemarin, instansi pemerintah, swasta, perbankan dan partai politik. Ide yang diramu dan diformat dengan menarik itu sambut dan didukung penuh. Ide awalnya mimpi Pimpinan Redaksi H Nur Iskandar menuai untung. Ratusan juta uang masuk dari edisi khusus tersebut. Saya bangga dengan kawan-kawan.
»»  READMORE...

06 November, 2007

Sambil menetek?

Aku seakan jengah dengan kata idealisme. Di jurnalis, kata yang mengandung prinsip ini lebih kuat kepada ‘amplop’ dalam artian tidak menerima suap atau apapun segala bentuk barang dari narasumber.
Namun apakah idealisme itu hanya sebatas itu? di media, idealisme tanpa amplop syah-syah saja diterapkan, tetapi idealisme tanpa iklan? Hal itu sulit sekali, sudah mampukah Koran anda untuk itu?
Saya rasanya mau ketawa, darimana gaji karyawan mau dibayar? Darimana uang jalan mau diberikan? Hahaha, itu idealisme bullshit. Kecuali karyawannya sudah kaya duluan dan tidak perlu uang untuk membiayai kebutuhan hidupnya.
Mana mau bicara idealisme, kalau uang jalan tak diberi tetap juga komplain? Kalau uang fee iklan dan pesan koran masih juga diambil? Atau dibayar lebih juga diambil? Atau kata idealisme hanya sebatas amplop tadi?
Lantas idealis kah seorang wartawan ketika terlibat kandidat calon pimpinan daerah atau legislator? Bahkan berkuasa terhadap halaman Koran untuk kepentingan oranglain? Idealiskah?
Semuanya dibangun atas rasa keprihatinan dan kesetiakawanan dibalut kebersamaan. Belum ada kata idealisme, bukan mengatasnamakan idealisme tetapi dibuat sebagai selubung, syukur dijadikan kondom. Selain sebagai alat pelindung dan mampu memberi rasa aman. Jangan pula kata idealisme dimanfaatkan untuk membeli kondom.
Tak banyak yang tahu apa yang terjadi di dalamnya. Hanya bicara mudah saja, apalagi bernada kecaman dengan tujuan menghancurkan oranglain. Ya hati-hati saja seperti kata pepatah, anjing mengonggong iblis untung.
Silahkan anda beridealisme atau bicara etika press, tapi bagaimana dengan puluhan karyawan yang butuh makan? Bbukan hanya untuk satu orang, bukan buat aku, kamu dan dia. Wahai idealisme, mampukah kamu membayarnya?
Jangan bicara asal, kerja saja yang benar. Bulatkan tekadmu sehingga besar bukan mengkerdilkan, mematahkan atau menghancurkan semangat. Karena saat ini yang tertinggal hanya semangat saja.
Sadarlah, siapa dia dan siapa aku? Aku dari awal membangunnya. Dia? Orang yang saat ini benar-benar menikmati hasil jerih payah, untuk kepentingan orang lain. Untuk kepentingan orang lain dengan mengataskan nama, pemilik perusahaan pun dibantai. Bila bicara satu kata lagi, pasti ada yang hancur.
»»  READMORE...