09 Juni, 2008

Masdar: Fraksi Golkar Harus Kerja Keras

Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak

Rasiman terpilih sebagai Pimpinan Kecamatan (PK) Partai Golkar Teluk Pakedai melalui Musyawarah Kecamatan yang berlangsung Minggu (8/6) kemarin. Muscam tersebut dihadiri langsung Ketua DPD Partai Golkar Kubu Raya, Masdar AR serta pengurus lainnya, Drs Syaiful Bahri, Suprapto dan Mustafa MS, S. Ag.
Dari 14 pengurus desa, hanya 8 Komdes yang mengikuti Muscam ini. Seusai Muscam dilakukan silahturahmi, konsolidasi serta konsolidasi kader partai Golkar yang memadati serta membuat Gedung Serbaguna Teluk Pakedai yang berkapasistas 300 orang tersebut penuh sesak.
Dalam pertemuan tersebut, Masdar mengimbau semua pengurus, kader dan simpatisan Partai Golkar untuk merapatkan barisan untuk menghadapi Pemilu 2009 serta Pilkada Kubu Raya yang pelaksanaannya sudah di depan mata, akhir 2008.
Masdar mengharapkan seluruh pengurus, kader dan simpatisan untuk mendukung, mengawal serta memenangkan calon yang nantinya diusulkan oleh Partai Golkar pada Pilkada mendatang.
Pada kesempatan itu juga, Masdar menyerahkan bantuan secara spontanitas kepada Masjid At Taqwa dan lembaga pendidikan usia dini (PAUD) yang ada di Kecamatan Teluk Pakedai.
Dalam dialog, masyarakat menyampaikan agar Partai Golkar memperjuangkan berdirinya unit perbankan yang dapat melayani masyarakat dalam hal tabungan maupun kredit mengingat dengan tingginya harga kopra, pendapatan masyarakat juga naik sehingga bisa menabung.
Masyarakat juga berharap, adanya pembangunan rumah dinas yang diperuntukkan buat guru dan tenaga para medis Puskesmas. Aspirasi tersebut dijawab Masdar dengan sangat elegan dan proposional. Calon Wakil Bupati ini meminta kepada Fraksi Partai Golkar Kubu Raya untuk memperjuangkan agar masuk dalam APBD 2009 mendatang. Usai dialog Masdar juga melakukan ziarah ke makam H Ismail Mundu.
»»  READMORE...

Usulan Secara Voting Menguat

Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Usulan voting dalam pemilihan pimpinan DPRD Kubu Raya semakin menguat. Cara ini dinilai lebih demokratis. Peluang 40 anggota terbuka lebar untuk mengisi posisi ketua dan dua wakil ketua.
“Kita akan mengusulkan dan mendorong serta berupaya di dalam tata tertib terutama menyangkut pemilihan unsur pimpinan dilakukan dengan voting bukan dengan fatsun politik yang selama ini sering dianut. Sistem ini kami nilai lebih demokratis dan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh anggota DPRD,” ucap Anggota DPRD Kubu Raya dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Khalid Hermawan.
Alumnus Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura ini menilai dengan sistem voting maka semua anggota DPRD bisa bersuara dan memilih siapa yang mereka percaya untuk memimpin selama satu tahun masa bhakti ini.
“Karena yang dipilih itu akan memimpin Anggota DPRD Kubu Raya dan seharusnya pemilihan diserahkan saja ke anggota. Bila berdasarkan fatsun politik, belum tentu pimpinan yang diusulkan oleh fraksi bisa diterima dan mampu mengakomodir semuanya,” ulasnya.
Setahun massa pengabdian, kata legislator termuda ini, DPRD harus mampu meletakkan pondasi yang kuat untuk mewujudkan cita-cita dari pemekaran serta pembentukan Kabupaten Kubu Raya.
“Komitmen serta persamaan persepsi perlu dilakukan sehingga setahun ini benar-benar bekerja untuk mewujudkan apa yang diinginkan rakyat terutama tujuan pemekaran. Tentu ini jelas membutuhkan pemimpin yang bisa diterima dan mengakomodir semua anggota,” ucap legislator kelahiran Kecamatan Sungai Pinyuh ini.
Sementara itu Anggota DPRD Kubu Raya dari Partai Demokrat, Masri Usman Nafis juga mengusulkan pemilihan melalui sistem voting. “Pemilihan voting ataupun fatsun politik memang ada kelebihan dan kekurangannya. Namun saya menilai dengan voting tentu akan lebih demokratis, semua anggota bisa menentukan siapa yang mereka percaya bisa memimpinnya,” ulas.
Masri menegaskan setahun masa bhakti ini, tentu DPRD Kubu Raya harus bekerja lebih maksimal untuk membuat pondasi yang kuat dan baik. “Bila pondasinya salah dan tidak kuat maka ke depannya juga akan salah serta ambruk. Masyarakat menaruh harapan besar pada hasil pemekaran ini dan tentu ini harus dikawal serta diwujudkan. Kita berkewajiban menjaga kepercayaan masyarakat kepada lembaga legislatif ini sebagai lembaga perjuangan aspirasi mereka. Kredibilitas DPRD menjadi taruhannya,” tukasnya.Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Kalbar ini juga mengajak untuk belajar dari kondisi-kondisi yang terjadi di lembaga legislatif lainnya. “Untuk mewujudkan semua itu kita perlu pemimpin yang kredibel, memiliki kapasitas, kapabilitas dan loyalitas serta didukung dan dapat mengakomodir semua kepentingan karena lembaga ini beranggota wakil-wakil yang dipilih rakyat secara langsung,” pungkasnya.
»»  READMORE...

02 Juni, 2008

Inovatif dengan Mewarnai


Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak

Hans Natanael Tanjaya. Bocah yang 19 Desember lalu genap berusia enam tahun ini tidak pernah diam. Selalu bergerak ke sana kemari. Untuk menumbuhkan konsentrasi dan membuatnya fokus, Suprapto dan Aily memilih untuk memberikan tambahan pelajaran mewarnai kepada putra pertamanya tersebut.
Gayung bersambut. Abang Gracia Clarissa Tanjaya ini pun tertarik dan berminat. Perlahan polesan cat maupun crayon di atas kertas yang sudah memiliki objek gambar tersebut semakin membaik. Belasan perlombaan juga telah diikuti. Nama murid TK A Kalam Kudus Pontianak masuk final di sejumlah event dan baru-baru ini menyabet juara harapan III lomba mewarnai yang digelar Harian Borneo Tribune, 18 Mei kemarin.
Penggemar nasi putih, daging sapi dan telur goreng ini pun senang. Begitu juga dengan kedua orangtuanya. Saat perlombaan dalam rangka 1st Anniversary Harian Borneo Tribune, Hans dan keluarganya pulang sebelum pengumuman juara. Kedua orangtuanya merasa terkejut saat membaca pemberitaan putra pertamanya keluar sebagai juara harapan III. Ini prestasi pertama anaknya yang sebagai pemula di arena mewarnai.
“Saya sering mengikutkan Hans perlombaan. Kami ingin mengasah minat mewarnainya dan membuatnya berani. Namun sebelum pengumuman juara kami sudah pulang dulu karena target bukan untuk juara. Ketika di Borneo Tribune, Hans keluar sebagai juara harapan III, saya senang dan langsung menelepon Hans,” aku Aily ibunda Hans.
Hans sendiri mengaku senang dengan kemenangan tersebut. Puluhan koleksi hasil mewarnai pun diperlihatkannya. Dari mewarnai es campina, kartun, pemandangan, manusia, bangunan dan lain sebagainya.
“Anak saya ini tidak bisa diam, suka bergerak kemana saja. Saya ingin merangsang konsentrasi dan membuatnya fokus sehingga kami mengkursuskannya mewarnai. Ini yang menjadi tujuan kami,” aku Aily.
Upaya Aily yang hendak membuat Hans fokus mulai berberhasil. “Waktu awal-awal kita lomba, anak-anak yang lain konsentrasi, Hans malah ke sana kemari, kepala tengok sana tengok sini, tetapi sekarang sudah konsentrasi dan menyelesaikan kerjaannya. Hans juga dibimbing guru-gurunya,” ucap ibu muda ini.
Hans yang gemar nonton film kartun sponge bob dan power range ini, bercita-cita menjadi pilot dan lebih suka mewarnai pemandangan, pesawat dan robot. “Hans sudah sering ikut lomba dan ada yang keluar sebagai finalis. Dengan ikut banyak lomba kita ingin daya kreativitas Hans bisa terus berkembang dan lebih konsentrasi mengerjakan sesuatunya. Karena dia masih pemula jadi masih butuh bimbingan guru,” pungkasnya
»»  READMORE...

Dibalik Keluarnya ‘SK Naga’


Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Keluarnya Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor 127 Tahun 2008 ‘SK Naga’ tentang larangan memperjualbelikan petasan dan arak-arakan Naga-Barongsai di Kota Pontianak tidak semudah membalikan telapak tangan.
Banyak pertimbangan yang membuat Walikota Pontianak dr H Buchary Abdurachman, SPKK memilih SK yang dinilai kontroversi tersebut. Buchary rela mengambil resiko secara politik dirinya tidak populis dan menjadi korban ‘politisir’.
Rabu, 21 Mei 2008 sekitar pukul 14.00, Walikota saya temui. Saat itu, Buchary juga hendak diwawancarai Andreas Harsono dari Yayasan Pantau. Saya bersama Andreas berkesempatan panjang mengetahui alasan sehingga keluar ‘SK Naga’.
Buchary memulai pembicaraan mengenai ‘ilmu’ Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan yang hadir pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di MA. Buchary menjelaskan mengenai Pancasila.
“Pada prinsipnya Pancasila itu memiliki nilai-nilai universal tetapi tetap pada budaya Indonesia yang bersifat lokal. Di Indonesia, budaya merupakan mozaik budaya daerah dan Pancasila ada kaitan dengan budaya Indonesia seperti kata pepatah ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’. Jadi tidak semua bisa diuniversalkan,” jelas Buchary.
Budaya Amerika, kata Buchary tidak semua bisa ditiru. Di Amerika, habis berkompetisi bersalaman. sebagai contoh, pemilihan presiden di negeri Paman Sam tersebut, setelah pengumuman pemenang, kandidatnya bersalaman tetapi di Indonesia, banyak kasus Pilkada yang berujung pada kerusuhan. “Kite di sini nih, bertengkar langsung berkelahi,” ucap Buchary.
Ditegaskan Buchary, dirinyalah orang pertama yang ‘main’ Naga di Kota Pontianak pada tahun 2000. “Saya yang melepas pawai Naga, saya menggelar festival dan menyiapkan pialanya, Piala Walikota. Sampai tahun 2007, suasana Kota Pontianak sangat kondusif dan di awal tahun 2008 terjadi peristiwa perkelahian orang per orang yang sudah menjurus sentimen etnis-kasus Gang 17 Jalan Tanjungpura-pertengahan Januari 2008. Ini bisa diselesaikan secara formal tetapi tidak bisa selesai secara emosional,” Buchary mulai membuka alasan terbitnya ‘SK Naga’.
30 Januari 2008, digelar rapat Muspida Kota Pontianak. “Kita minta pendapat Polisi, Kondim, Kejari, Ketua DPRD Kota Pontianak maka disarankan untuk kegiatan festival dan permainan naga tidak dulu. SK bersifat temporary dan ini sifatnya sementara. Secara teknis tanggungjawab keamanan Kota Pontianak, Walikota,” paparnya.
Keluarnya SK Naga tersebut, membuat Buchary mendapatkan kecaman dari sejumlah orang. “Itu sifatnya situsional. Ini tanggungjawab dan resiko pemimpin. Ini untuk menyelamatkan kepentingan lebih besar walaupun akibatnya saya tidak populis,” aklu Buchary.
Pada tahun 1998, dijelaskan Walikota yang ramah ini, terjadi peristiwa kerusuhan di Kabupaten Sambas. “Saya percaya periodisasi karena Pontianak beda dengan Kota Padang, Yogya. Pontianak ini Indonesia kecil. Kita satu bangsa, jangan tanya dariman berasal tetapi bagaimana budaya dijunjung, seperti kata pepatah tadi dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Bagaimana menjaga keseimbangan. Inilah yang menjadi tugas pemerintah. Yang perlu direm, direm dulu. Yang perlu didorong, didorong dulu. Terpenting bagaimana kita memberikan pelayanan seimbang. Dalam SK Naga ini, saya ambil resiko, itu kepentingan yang lebih besar, walaupun secara politik saya tidak populis,” tukas Buchary.
Keputusan ini, kata Buchary lebih baik daripada Kota Pontianak ini terganggu keamanannya. ‘Ini pengalaman saya 10 tahun jadi Walikota Pontianak, bagaimana menyeimbangkan, bagaimana melayani orang miskin. Untuk mengetahui status ekonomi mereka saya masuk ke rumah mereka dan ternyata orang miskin itu survive karena mereka berpikiran positif dan tidak mudah menyerah,” ungkapnya.
Aturan itu, kata Buchary lagi, merupakan instrumen untuk mengatur tetapi bukan tujuan. “Suasana kondusif, SK Naga kita evaluasi. Festival meriam karbit itu 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah Idul Fitri dan hanya boleh dimainkan di pinggir Sungai Kapuas. Naga kita izinkan hanya di stadion. Kita liat Matador, Bantengnya kan juga tidak diiringi ke jalan. Kita ingin kemarin Naga itu diangkut pakai mobil bukan diarak. Ini juga saya sampaikan ke tingkat Istana Presiden,” aku Buchary.
Dan Istana, kata Buchary memahami karena ini untuk kepentingan yang lebih besar. Ketika ditanya mengenai keputusan SBY yang mengulur Ahmadiyah, Buchary mengajak agar yang salah didoakan sehingga diberikan rahmat oleh Tuhan YME agar kembali ke jalan yang benar dan Ahmadiyah dibina dulu dengan sungguh-sungguh.
“Selesai rapat Muspida yang membahas ‘SK Naga’, saya panggil sekitar 20-an pemuka-pemuka masyarakat Tionghoa menjelaskan SK Naga. Banyak yang mendukung dan hanya 1-2 saja yang menolak. Pertimbangan yang diambil sudah luar biasa, kalau diizinkan bisa kaca. Saya pernah mengayomi pengungsi eks kerusahan Sambas selama 3 tahun dengan sejumlah 30.000 orang. Mereka ditempatkan di rengah-tengah Kota Pontianak. Pernah kejadian di tol, 4 jam saya turun ke jalan berunding dengan tokoh-tokoh masyarakat kemudian aman. Masyarakat Kota Pontianak ini beragam yang penuh dinamika sehingga ada kemungkinan berbuat ekstrem,” ucapnya.
Untuk itu, kata Buchary, Indonesia mempunyai jati diri bangsa sehingga kondisi kondusif yang ada harus tetap terjaga jangan sampai mengorbankan kepentingan yang lebih besar.
»»  READMORE...