02 Juni, 2008

Dibalik Keluarnya ‘SK Naga’


Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Keluarnya Surat Keputusan (SK) Walikota Pontianak Nomor 127 Tahun 2008 ‘SK Naga’ tentang larangan memperjualbelikan petasan dan arak-arakan Naga-Barongsai di Kota Pontianak tidak semudah membalikan telapak tangan.
Banyak pertimbangan yang membuat Walikota Pontianak dr H Buchary Abdurachman, SPKK memilih SK yang dinilai kontroversi tersebut. Buchary rela mengambil resiko secara politik dirinya tidak populis dan menjadi korban ‘politisir’.
Rabu, 21 Mei 2008 sekitar pukul 14.00, Walikota saya temui. Saat itu, Buchary juga hendak diwawancarai Andreas Harsono dari Yayasan Pantau. Saya bersama Andreas berkesempatan panjang mengetahui alasan sehingga keluar ‘SK Naga’.
Buchary memulai pembicaraan mengenai ‘ilmu’ Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan yang hadir pada Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di MA. Buchary menjelaskan mengenai Pancasila.
“Pada prinsipnya Pancasila itu memiliki nilai-nilai universal tetapi tetap pada budaya Indonesia yang bersifat lokal. Di Indonesia, budaya merupakan mozaik budaya daerah dan Pancasila ada kaitan dengan budaya Indonesia seperti kata pepatah ‘di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung’. Jadi tidak semua bisa diuniversalkan,” jelas Buchary.
Budaya Amerika, kata Buchary tidak semua bisa ditiru. Di Amerika, habis berkompetisi bersalaman. sebagai contoh, pemilihan presiden di negeri Paman Sam tersebut, setelah pengumuman pemenang, kandidatnya bersalaman tetapi di Indonesia, banyak kasus Pilkada yang berujung pada kerusuhan. “Kite di sini nih, bertengkar langsung berkelahi,” ucap Buchary.
Ditegaskan Buchary, dirinyalah orang pertama yang ‘main’ Naga di Kota Pontianak pada tahun 2000. “Saya yang melepas pawai Naga, saya menggelar festival dan menyiapkan pialanya, Piala Walikota. Sampai tahun 2007, suasana Kota Pontianak sangat kondusif dan di awal tahun 2008 terjadi peristiwa perkelahian orang per orang yang sudah menjurus sentimen etnis-kasus Gang 17 Jalan Tanjungpura-pertengahan Januari 2008. Ini bisa diselesaikan secara formal tetapi tidak bisa selesai secara emosional,” Buchary mulai membuka alasan terbitnya ‘SK Naga’.
30 Januari 2008, digelar rapat Muspida Kota Pontianak. “Kita minta pendapat Polisi, Kondim, Kejari, Ketua DPRD Kota Pontianak maka disarankan untuk kegiatan festival dan permainan naga tidak dulu. SK bersifat temporary dan ini sifatnya sementara. Secara teknis tanggungjawab keamanan Kota Pontianak, Walikota,” paparnya.
Keluarnya SK Naga tersebut, membuat Buchary mendapatkan kecaman dari sejumlah orang. “Itu sifatnya situsional. Ini tanggungjawab dan resiko pemimpin. Ini untuk menyelamatkan kepentingan lebih besar walaupun akibatnya saya tidak populis,” aklu Buchary.
Pada tahun 1998, dijelaskan Walikota yang ramah ini, terjadi peristiwa kerusuhan di Kabupaten Sambas. “Saya percaya periodisasi karena Pontianak beda dengan Kota Padang, Yogya. Pontianak ini Indonesia kecil. Kita satu bangsa, jangan tanya dariman berasal tetapi bagaimana budaya dijunjung, seperti kata pepatah tadi dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Bagaimana menjaga keseimbangan. Inilah yang menjadi tugas pemerintah. Yang perlu direm, direm dulu. Yang perlu didorong, didorong dulu. Terpenting bagaimana kita memberikan pelayanan seimbang. Dalam SK Naga ini, saya ambil resiko, itu kepentingan yang lebih besar, walaupun secara politik saya tidak populis,” tukas Buchary.
Keputusan ini, kata Buchary lebih baik daripada Kota Pontianak ini terganggu keamanannya. ‘Ini pengalaman saya 10 tahun jadi Walikota Pontianak, bagaimana menyeimbangkan, bagaimana melayani orang miskin. Untuk mengetahui status ekonomi mereka saya masuk ke rumah mereka dan ternyata orang miskin itu survive karena mereka berpikiran positif dan tidak mudah menyerah,” ungkapnya.
Aturan itu, kata Buchary lagi, merupakan instrumen untuk mengatur tetapi bukan tujuan. “Suasana kondusif, SK Naga kita evaluasi. Festival meriam karbit itu 3 hari sebelum dan 3 hari sesudah Idul Fitri dan hanya boleh dimainkan di pinggir Sungai Kapuas. Naga kita izinkan hanya di stadion. Kita liat Matador, Bantengnya kan juga tidak diiringi ke jalan. Kita ingin kemarin Naga itu diangkut pakai mobil bukan diarak. Ini juga saya sampaikan ke tingkat Istana Presiden,” aku Buchary.
Dan Istana, kata Buchary memahami karena ini untuk kepentingan yang lebih besar. Ketika ditanya mengenai keputusan SBY yang mengulur Ahmadiyah, Buchary mengajak agar yang salah didoakan sehingga diberikan rahmat oleh Tuhan YME agar kembali ke jalan yang benar dan Ahmadiyah dibina dulu dengan sungguh-sungguh.
“Selesai rapat Muspida yang membahas ‘SK Naga’, saya panggil sekitar 20-an pemuka-pemuka masyarakat Tionghoa menjelaskan SK Naga. Banyak yang mendukung dan hanya 1-2 saja yang menolak. Pertimbangan yang diambil sudah luar biasa, kalau diizinkan bisa kaca. Saya pernah mengayomi pengungsi eks kerusahan Sambas selama 3 tahun dengan sejumlah 30.000 orang. Mereka ditempatkan di rengah-tengah Kota Pontianak. Pernah kejadian di tol, 4 jam saya turun ke jalan berunding dengan tokoh-tokoh masyarakat kemudian aman. Masyarakat Kota Pontianak ini beragam yang penuh dinamika sehingga ada kemungkinan berbuat ekstrem,” ucapnya.
Untuk itu, kata Buchary, Indonesia mempunyai jati diri bangsa sehingga kondisi kondusif yang ada harus tetap terjaga jangan sampai mengorbankan kepentingan yang lebih besar.

Tidak ada komentar: