Transparansi. Satu kata ini mudah untuk diucapkan namun sangat sulit untuk diterapkan. Bahkan untuk menuntut 'keterbukaan' mahasiswa maupun rakyat tak henti-hentinya bergerak menyuarakannya.
Kalbar sendiri, untuk memenuhi keinginan tuntut tersebut telah memiliki 'Perda Transparansi' beberapa tahun lalu. Sejauhmana efektivitas produk hukum yang dilahirkan pihak legislatif dan eksekutif tersebut terhadap keterbukaan untuk mendapatkan informasi di kalangan birokasi? Semua kembali kepada 'pemilik' informasi, sebesar apa ruang yang akan diberikan untuk mengakses.
Harapan segar disampaikan Walikota Pontianak, H Sutarmidji. Di masa kepemimpinannya ke depan, sosok low profile ini akan se-transparan-mungkin.
Kepada masyarakat yang membutuhkan informasi apa saja yang akan dan diperbuat jajaran pemerintahannnya di segala bidang, akan diberikan kesempatan untuk mengaksesnya. 'Prinsip transparansi' menjadi komitmen pemimpin pilihan rakyat kota ini.
Bahkan mantan dosen Fakultas Hukum Untan ini berjanji setiap tiga bulan sekali mengumumkan di media cetak, pekerjaan apa saja yang dikerjakan Pemkot. Ini dilakukan dengan harapan masyarakat mudah mengawasinya dan mencegah penyimpangan.
Janji Walikota ini patut didukung. Bila akses sudah dibuka, masyarakat harus bisa memanfaatkannya sehingga fungsi kontrol dapat dilakukan bersama-sama.
Janji Sutarmidji tersebut sejalan dengan semangat UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Setiap masyarakat punya hak bertanya, baik kepada eksekutif, legislatif dan yudikatif, maupun lembaga lain termasuk Partai Politik dan LSM yang memperoleh dana atau mendapatkan bantuan dana dari APBN/APBD.
UU ini mewajibkan setiap badan/lembaga publik wajib memberikan keterangan secara jelas dan terbuka kepada elemen masyarakat yang menanyakan tentang segala bentuk kegiatan yang dilakukan, termasuk penggunaan dana kegiatan sesuai anggaran
Bila tidak, pejabat terkait di lembaga publik tersebut bisa dikenakan sanksi hukuman kurungan penjara maupun denda, sebagaimana diatur dalam pasal 51 dan 52 UU ini.
Tetapi, tidak semua informasi mengenai pemerintahan dapat disampaikan kepada publik, seperti informasi yang dapat membahayakan ketahanan negara, ketahanan ekonomi negara, serta operasi-operasi intelijen.
Keinginan untuk transparan yang dilontarkan Walikota tersebut juga telah dipersiapkan DPRD Kota Pontianak produk hukumnya. Para wakil rakyat tersebut telah selesai membahas dengan melahirkan rancangan peraturan daerah sebanyak 12 bab dan 36 pasal ini.
Di dalam dasar hukum tersebut diatur kewajiban pemerintah menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Ada kewajiban Pemerintah Kota Pontianak menyebarluaskan informasi, prosedur dan proses penyusunan, perumusan dan penetapan kebijakan melalui media cetak, media elektronik dan media lainnya, secara aktif, pasif maupun segera. Informasi tersebut wajib diumumkan intensif kepada masyarakat, tanpa penundaan.
Produk informasi yang dapat diakses diantaranya meliputi, hasil keputusan pemerintah daerah, seluruh kebijakan yang ada, berikut dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek, termasuk perkiraan pengeluaran tahunan badan publik serta perjanjian Pemda dengan pihak ketiga.
Transparansi ini juga ditegaskan Staf Ahli Menkominfo, Henry Subiakto. Pejabat negara harus transparan dalam memberikan berbagai informasi dan tidak ada yang ditutup-tutupi lagi, sehingga masyarakat bisa mengetahui hasil kerja yang telah diperbuat oleh seorang pemimpin maupun lembaga pemerintah.
Mari kita tunggu perwujudkan transpransi tersebut mengingat Undang-undang telah mengatur hingga sangsinya. Semoga.
20 Februari, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar