Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Marak beroperasinya kendaraan-kendaraan bermotor dari Malaysia dan Brunei Darussalam di Kalbar ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan tetapi sebaliknya berkontribusi besar bagi kerusakan jalan.
Di satu sisi, kendaraan luar negeri diperbolehkan beroperasi di wilayah Indonesia selama 60 hari dan setelah jangka waktu itu harus kembali ke negaranya.
“Yang menjadi persoalan jika setelah 60 hari, kendaraan bermotor ini tidak kembali ke Malaysia atau Brunei Darussalam. Ini diperlukan tindakan tegas dan untuk mengambil tindakan terutama bagai aparat kepolisian serta Bea Cukai perlu payung hukum. Sebelumnya kita pernah ajukan Perda ke pusat tetapi ditolak,” jelas Kadispenda Kalbar Drs H Darwin Muhammad seusai penandatanganan nota kerjasama antara Dispenda Kalbar dengan PT Jasa Raharja Putra, di Aula Dispenda Provinsi, Selasa (19/6) kemarin.
Tindakan tegas ini, kata Darwin bisa berupa penyitaan bagi kendaraan bermotor asal luar negeri yang masih beroperasi setelah habis limit waktunya. “Ini agar ada efek jeranya bagi mereka yang membeli kendaraan bermotor di luar negeri dan timbul kesadaran tidak membeli mobil ilegal karena pemerintah pusat tidak memperkenankan jual beli kendaraan second tetapi sekali lagi ini perlu aturan,” tukasnya.
Selain itu juga, papar Darwin karena tidak ada aturan, pemerintah daerah tidak bisa melakukan pungutan terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang ikut menikmati jalan di Kalbar. “Memang pungutan baik itu pajak maupun retribusi terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri tidak dibenarkan. Untuk mendapatkan payung hukum, Dispenda sedang mengkonsultasikan Raperda dengan pemerintah pusat, mudah-mudahan mendapat sinyal baik dan kemudian akan mengajukan Raperda tersebut ke DPRD Kalbar.”
Dari data yang ada di tahun 2005 dari 3000-an roda empat asal Malaysia yang masuk ke Kalbar, 138 unit tidak kembali ke negaranya dan belum lagi yang masuk secara ilegal. Menurut Darwin, kendaraan yang telah melewati batas waktu beroperasi tersebut disinyalir telah berpindah tangan dengan cara hibah, jual beli atau berasal dari kejahatan serta pencurian.
Dampak tidak kembalinya kendaraan roda empat ke negara asalnya, kata Darwin dapat menciptakan image tidak baik bagi Indonesia yaitu penampung kendaraan bermotor hasil kejahatan. “Pemprov pernah mengeluarkan Perda No 3 Tahun 2004 tentang Pengaturan Kendaraan Bermotor Bukan Baru dari Luar Negeri namun ketika sampai di pemerintah pusat ternyata dibatalkan,” jelasnya.
Dispenda sendiri, kata Darwin terus melakukan upaya agar adanya payung hukum dengan terus berkonsultasi dan koordinasi dengan pejabat di Depdagri dan Depkeu bahkan para pejabat tersebut diajak meninjau langsung ke lapangan dan berkunjung ke Malaysia. “Kita berharap pemerintah pusat dapat memberlakukan azas keadilan daerah karena Papua berbatasan dengan Papua Nugini bisa, mengapa Kalbar dianulir,” ucapnya.
Kerjasama PT Jasa Raharja Putra
Mengenai penandatanganan nota kerjasama antara Dispenda Kalbar dengan PT Jasa Raharja Putra, Darwin menjelaskan hal ini dalam rangka melaksanakan peningkatan pelayanan. “Dispenda berupaya melibatkan berbagai pihak termasuk di dalamnya peran serta masyarakat dan swasta. Salah satunya dengan PT Jasa Raharja Putra. Kerjasama ini difokuskan kepada kegiatan keluar masuknya kendaraan dari luar negeri di wilayah Kalbar,” jelasnya.
PT Jasa Raharja Putra, kata Darwin merupakan institusi yang diberikan kewenangan melakukan pengutipan asuransi terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang masuk ke Kalbar. “Ini peluang untuk meningkatkan penerimaan daerah dan kami melakukan pendekatan kepada PT Jasa Raharja Putra yang mempunyai akses langsung terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang masuk ke Kalbar untuk ikut membantu pemerintah dalam hal penerimaan partisipasi pihak ketiga dari pengutipan asuransi.”
Pihak Asuransi, kata Darwin sudah siap di daerah perbatasan. “Kita Dispenda juga punya pemikiran melakukan pendekatan pelayanan. Di dekat perbatasan juga rencananya akan dibangun pos pelayanan. Di sana ada enam kecamatan dan bila membayar pajak ke Sanggau sangat jauh. Kita mencontoh seperti di Pemangkat, masyarakat di sana tidak perlu lagi ke Sambas dan ini berhasil meningkatkan kemauan masyarakat membayar pajak. Ternyata dekatnya pelayanan, kesadaran masyarakat sangat tinggi,” aku Darwin.
Sementara itu, PT Jasa Raharja Putra Kalbar, Drs Susilo Sriyanto mengakui angka kendaraan bermotor dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang masuk ke Kalbar sangat tinggi. “Kita lihat memang sumbangsihnya tidak ada sehingga kita memungut asuransi untuk kendaraan, penumpang dan tanggung jawab pihak ketiga. Bila kendaraan luar negeri itu mengalami kerusakan di Kalbar kita tanggung. Bila terjadi kecelakaan, selain kendaraan, penumpang dan pihak ketiga kita jamin. Tetapi di Malaysia asuransinya hanya menjamin pihak ketiga,” jelas Susilo.
Dari asuransi ini, kata Susilo, ada sumbangsih sebagian dari premi. “Setiap kendaraan yang masuk ke Kalbar ada polisnya dan dibayar dalam rupiah sekitar Rp 150 ribu sedangkan yang ke Malaysia membayar dalam ringgit sekitar 62 Ringgit,” jelasnya singkat.
Pungutan asuransi ini, kata Susilo sudah ada aturan sejak pertemuan Sosek Malindo ke 23. “Sudah ada aturannya dan kita ditunjuk untuk menanganinya. Kami akan berupaya sebaik mungkin melaksanakan tugas ini,” kata Susilo.
Borneo Tribune, Pontianak
Marak beroperasinya kendaraan-kendaraan bermotor dari Malaysia dan Brunei Darussalam di Kalbar ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan tetapi sebaliknya berkontribusi besar bagi kerusakan jalan.
Di satu sisi, kendaraan luar negeri diperbolehkan beroperasi di wilayah Indonesia selama 60 hari dan setelah jangka waktu itu harus kembali ke negaranya.
“Yang menjadi persoalan jika setelah 60 hari, kendaraan bermotor ini tidak kembali ke Malaysia atau Brunei Darussalam. Ini diperlukan tindakan tegas dan untuk mengambil tindakan terutama bagai aparat kepolisian serta Bea Cukai perlu payung hukum. Sebelumnya kita pernah ajukan Perda ke pusat tetapi ditolak,” jelas Kadispenda Kalbar Drs H Darwin Muhammad seusai penandatanganan nota kerjasama antara Dispenda Kalbar dengan PT Jasa Raharja Putra, di Aula Dispenda Provinsi, Selasa (19/6) kemarin.
Tindakan tegas ini, kata Darwin bisa berupa penyitaan bagi kendaraan bermotor asal luar negeri yang masih beroperasi setelah habis limit waktunya. “Ini agar ada efek jeranya bagi mereka yang membeli kendaraan bermotor di luar negeri dan timbul kesadaran tidak membeli mobil ilegal karena pemerintah pusat tidak memperkenankan jual beli kendaraan second tetapi sekali lagi ini perlu aturan,” tukasnya.
Selain itu juga, papar Darwin karena tidak ada aturan, pemerintah daerah tidak bisa melakukan pungutan terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang ikut menikmati jalan di Kalbar. “Memang pungutan baik itu pajak maupun retribusi terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri tidak dibenarkan. Untuk mendapatkan payung hukum, Dispenda sedang mengkonsultasikan Raperda dengan pemerintah pusat, mudah-mudahan mendapat sinyal baik dan kemudian akan mengajukan Raperda tersebut ke DPRD Kalbar.”
Dari data yang ada di tahun 2005 dari 3000-an roda empat asal Malaysia yang masuk ke Kalbar, 138 unit tidak kembali ke negaranya dan belum lagi yang masuk secara ilegal. Menurut Darwin, kendaraan yang telah melewati batas waktu beroperasi tersebut disinyalir telah berpindah tangan dengan cara hibah, jual beli atau berasal dari kejahatan serta pencurian.
Dampak tidak kembalinya kendaraan roda empat ke negara asalnya, kata Darwin dapat menciptakan image tidak baik bagi Indonesia yaitu penampung kendaraan bermotor hasil kejahatan. “Pemprov pernah mengeluarkan Perda No 3 Tahun 2004 tentang Pengaturan Kendaraan Bermotor Bukan Baru dari Luar Negeri namun ketika sampai di pemerintah pusat ternyata dibatalkan,” jelasnya.
Dispenda sendiri, kata Darwin terus melakukan upaya agar adanya payung hukum dengan terus berkonsultasi dan koordinasi dengan pejabat di Depdagri dan Depkeu bahkan para pejabat tersebut diajak meninjau langsung ke lapangan dan berkunjung ke Malaysia. “Kita berharap pemerintah pusat dapat memberlakukan azas keadilan daerah karena Papua berbatasan dengan Papua Nugini bisa, mengapa Kalbar dianulir,” ucapnya.
Kerjasama PT Jasa Raharja Putra
Mengenai penandatanganan nota kerjasama antara Dispenda Kalbar dengan PT Jasa Raharja Putra, Darwin menjelaskan hal ini dalam rangka melaksanakan peningkatan pelayanan. “Dispenda berupaya melibatkan berbagai pihak termasuk di dalamnya peran serta masyarakat dan swasta. Salah satunya dengan PT Jasa Raharja Putra. Kerjasama ini difokuskan kepada kegiatan keluar masuknya kendaraan dari luar negeri di wilayah Kalbar,” jelasnya.
PT Jasa Raharja Putra, kata Darwin merupakan institusi yang diberikan kewenangan melakukan pengutipan asuransi terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang masuk ke Kalbar. “Ini peluang untuk meningkatkan penerimaan daerah dan kami melakukan pendekatan kepada PT Jasa Raharja Putra yang mempunyai akses langsung terhadap kendaraan bermotor dari luar negeri yang masuk ke Kalbar untuk ikut membantu pemerintah dalam hal penerimaan partisipasi pihak ketiga dari pengutipan asuransi.”
Pihak Asuransi, kata Darwin sudah siap di daerah perbatasan. “Kita Dispenda juga punya pemikiran melakukan pendekatan pelayanan. Di dekat perbatasan juga rencananya akan dibangun pos pelayanan. Di sana ada enam kecamatan dan bila membayar pajak ke Sanggau sangat jauh. Kita mencontoh seperti di Pemangkat, masyarakat di sana tidak perlu lagi ke Sambas dan ini berhasil meningkatkan kemauan masyarakat membayar pajak. Ternyata dekatnya pelayanan, kesadaran masyarakat sangat tinggi,” aku Darwin.
Sementara itu, PT Jasa Raharja Putra Kalbar, Drs Susilo Sriyanto mengakui angka kendaraan bermotor dari Malaysia dan Brunei Darussalam yang masuk ke Kalbar sangat tinggi. “Kita lihat memang sumbangsihnya tidak ada sehingga kita memungut asuransi untuk kendaraan, penumpang dan tanggung jawab pihak ketiga. Bila kendaraan luar negeri itu mengalami kerusakan di Kalbar kita tanggung. Bila terjadi kecelakaan, selain kendaraan, penumpang dan pihak ketiga kita jamin. Tetapi di Malaysia asuransinya hanya menjamin pihak ketiga,” jelas Susilo.
Dari asuransi ini, kata Susilo, ada sumbangsih sebagian dari premi. “Setiap kendaraan yang masuk ke Kalbar ada polisnya dan dibayar dalam rupiah sekitar Rp 150 ribu sedangkan yang ke Malaysia membayar dalam ringgit sekitar 62 Ringgit,” jelasnya singkat.
Pungutan asuransi ini, kata Susilo sudah ada aturan sejak pertemuan Sosek Malindo ke 23. “Sudah ada aturannya dan kita ditunjuk untuk menanganinya. Kami akan berupaya sebaik mungkin melaksanakan tugas ini,” kata Susilo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar