Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Sejak masuk SMA, Charles Darwis Hariman sudah menyukai mata pelajaran matematika. Kegemaran mempelajari pelajaran yang menjadi momok hampir sebagian pelajar membuat Alumnus SMAN 3 Pontianak ini pada ujian nasional kemarin meraih nilai 10.
Darwis-sapaan akrab remaja yang lahir di Kota Pontianak 3 November 1989 ini juga menyabet nilai 9,2 mata pelajaran Bahasa Inggris dan nilai 9 untuk Bahasa Indonesia. Sebuah hasil yang menakjubkan untuk ukuran siswa rata-rata.
Didampingi kedua orangtuanya, Lasimin Hariman dan Heng Lie Tjhin, kembaran Charles Darwin Hariman ini tidak sungkan-sungkan berbicara ketika saya menemuinya di toko sepatu ‘Fantasi’ Jalan Diponegoro milik ayahnya.
“Ketika SD dan SMP saya tidak terlalu menyenangi matematika tetapi setelah masuk kelas 1 SMA jadi sangat tertarik. Saya awalnya tertarik dengan komputer, karena berkaitan dengan matematika. Jadi saya juga suka mata pelajaran itu. Saya mulai suka menyelesaikan soal-soal sulit saat di kelas satu.”
Ketertarikan pada pelajaran matematika semakin membara ketika diri Darwis selama di SMA mendapatkan guru-guru yang bisa memotivasi semangatnya untuk terus belajar. “Peran guru sangat besar terhadap saya untuk menyukai matematika. Di kelas satu saya diajar Pak Marlan, kelas dua Bu Krisnawati dan kelas 3 Pak Janiwar Apriadi. Guru-guru ini membuat suasana belajar menjadi asik,” aku Darwis yang mendapatkan bea siswa sejak semester kedua hingga menamatkan SMA.
Kakak kandung Silvana Hariman ini mengaku mendapatkan nilai 10 pada mata pelajaran matematika berkat dedikasi guru-gurunya tersebut. “Bantuan guru ini sangat dominan. Menjelang UAS/UAN kami lebih intensif lagi diberikan latihan-latihan soal, simulasi dan setiap minggu diberi test berbeda. Dari yang tidak mengerti lalu bisa mengerjakan,” aku pelajar peraih peringkat terbaik kelas 1 dan peraih terbaik IPA pertama kelas 2 ini.
Lantas bagaimana cara belajarnya hingga dapat nilai 10? Darwis tersenyum. “Cara belajar saya tidak spesial dan tidak terlalu sering. Intinya fokus belajar, waktu belajar singkat tapi berguna. Biasanya saya belajar menjelang Magrib. Kalau sudah dipelajari di sekolah dibaca dan terus belajar apa yang belum didapat,” jelas Darwis yang memilih dan mendapat tiket masuk Universitas Tanjungpura program studi Teknik Informatika melalui non test.
Darwis memuji gurunya di SMUN 3 sudah bekerja sangat maksimal. “Kita (siswa-siswi, red) diberi kemudahan dalam belajar. Kami diberikan soal-soal dari SMA Magelang dan SMA di Jawa. Dari sekolah sudah memudahkan memberikan soal dan try out gratis,” ucapnya.
Remaja yang berkeinginan menjadi programmer teknologi informasi ini juga menyampaikan terimakasih kepada Kepala SMAN 3 Pontianak, dewan guru, pegawai dan rekan-rekan belajarnya. “Ini semua berkat guru-guru di sekolah dan doa,” ucapnya tulus.
Sementara itu, Lasimin Hariman orangtua Charles Darwis Hariman mengaku dirinya tidak terlalu memperhatikan belajar anaknya. “Kalau kita perhatikan benar nanti malah jadi malas. Kakeknya dulu sekolah di jaman Jepang, semua nilai di ijazahnya 10, jadi saya tak heran kalau anak saya juga dapat 10. Saya dari pagi sampai sore di warung. Dia (Darwis) belajar sendiri dan kita tetap mendukung serta memfasilitasinya,” ucapnya.
Telur Ayam Kampung
Diakui Hariman, anaknya Darwis, Darwin dan Silvana tidak perlu diawasi serius dalam hal belajar. “Sejak kecil Darwis dan Darwin sudah kelihatan pintar. Waktu berumur 2 ,5 bulan saya sudah berikan kuning telur ayam kampung sampai tamat SMP karena menurut apa yang saya baca, anak sejak lahir hingga usia 15 tahun membutuhkan gizi atas pertumbuhan dan perkembangan otak. Pengalaman ini saya dapat waktu sekolah di Malang SMA ST Yusuf, saran seorang pastor bahwa setiap hari dia makan 8 kuning telur ayam kampung. SMA ST Yusuf itu menghasilkan ahli atom pertama di Indonesia,” papar Hariman berbagi resep. □
Borneo Tribune, Pontianak
Sejak masuk SMA, Charles Darwis Hariman sudah menyukai mata pelajaran matematika. Kegemaran mempelajari pelajaran yang menjadi momok hampir sebagian pelajar membuat Alumnus SMAN 3 Pontianak ini pada ujian nasional kemarin meraih nilai 10.
Darwis-sapaan akrab remaja yang lahir di Kota Pontianak 3 November 1989 ini juga menyabet nilai 9,2 mata pelajaran Bahasa Inggris dan nilai 9 untuk Bahasa Indonesia. Sebuah hasil yang menakjubkan untuk ukuran siswa rata-rata.
Didampingi kedua orangtuanya, Lasimin Hariman dan Heng Lie Tjhin, kembaran Charles Darwin Hariman ini tidak sungkan-sungkan berbicara ketika saya menemuinya di toko sepatu ‘Fantasi’ Jalan Diponegoro milik ayahnya.
“Ketika SD dan SMP saya tidak terlalu menyenangi matematika tetapi setelah masuk kelas 1 SMA jadi sangat tertarik. Saya awalnya tertarik dengan komputer, karena berkaitan dengan matematika. Jadi saya juga suka mata pelajaran itu. Saya mulai suka menyelesaikan soal-soal sulit saat di kelas satu.”
Ketertarikan pada pelajaran matematika semakin membara ketika diri Darwis selama di SMA mendapatkan guru-guru yang bisa memotivasi semangatnya untuk terus belajar. “Peran guru sangat besar terhadap saya untuk menyukai matematika. Di kelas satu saya diajar Pak Marlan, kelas dua Bu Krisnawati dan kelas 3 Pak Janiwar Apriadi. Guru-guru ini membuat suasana belajar menjadi asik,” aku Darwis yang mendapatkan bea siswa sejak semester kedua hingga menamatkan SMA.
Kakak kandung Silvana Hariman ini mengaku mendapatkan nilai 10 pada mata pelajaran matematika berkat dedikasi guru-gurunya tersebut. “Bantuan guru ini sangat dominan. Menjelang UAS/UAN kami lebih intensif lagi diberikan latihan-latihan soal, simulasi dan setiap minggu diberi test berbeda. Dari yang tidak mengerti lalu bisa mengerjakan,” aku pelajar peraih peringkat terbaik kelas 1 dan peraih terbaik IPA pertama kelas 2 ini.
Lantas bagaimana cara belajarnya hingga dapat nilai 10? Darwis tersenyum. “Cara belajar saya tidak spesial dan tidak terlalu sering. Intinya fokus belajar, waktu belajar singkat tapi berguna. Biasanya saya belajar menjelang Magrib. Kalau sudah dipelajari di sekolah dibaca dan terus belajar apa yang belum didapat,” jelas Darwis yang memilih dan mendapat tiket masuk Universitas Tanjungpura program studi Teknik Informatika melalui non test.
Darwis memuji gurunya di SMUN 3 sudah bekerja sangat maksimal. “Kita (siswa-siswi, red) diberi kemudahan dalam belajar. Kami diberikan soal-soal dari SMA Magelang dan SMA di Jawa. Dari sekolah sudah memudahkan memberikan soal dan try out gratis,” ucapnya.
Remaja yang berkeinginan menjadi programmer teknologi informasi ini juga menyampaikan terimakasih kepada Kepala SMAN 3 Pontianak, dewan guru, pegawai dan rekan-rekan belajarnya. “Ini semua berkat guru-guru di sekolah dan doa,” ucapnya tulus.
Sementara itu, Lasimin Hariman orangtua Charles Darwis Hariman mengaku dirinya tidak terlalu memperhatikan belajar anaknya. “Kalau kita perhatikan benar nanti malah jadi malas. Kakeknya dulu sekolah di jaman Jepang, semua nilai di ijazahnya 10, jadi saya tak heran kalau anak saya juga dapat 10. Saya dari pagi sampai sore di warung. Dia (Darwis) belajar sendiri dan kita tetap mendukung serta memfasilitasinya,” ucapnya.
Telur Ayam Kampung
Diakui Hariman, anaknya Darwis, Darwin dan Silvana tidak perlu diawasi serius dalam hal belajar. “Sejak kecil Darwis dan Darwin sudah kelihatan pintar. Waktu berumur 2 ,5 bulan saya sudah berikan kuning telur ayam kampung sampai tamat SMP karena menurut apa yang saya baca, anak sejak lahir hingga usia 15 tahun membutuhkan gizi atas pertumbuhan dan perkembangan otak. Pengalaman ini saya dapat waktu sekolah di Malang SMA ST Yusuf, saran seorang pastor bahwa setiap hari dia makan 8 kuning telur ayam kampung. SMA ST Yusuf itu menghasilkan ahli atom pertama di Indonesia,” papar Hariman berbagi resep. □
Tidak ada komentar:
Posting Komentar