Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak
Produksi Gabah Kering Giling (GKG) Kalbar di tahun 2007 surplus. Untuk ramalan kedua sudah mencapai angka 1,148 juta ton. Surplus ini juga diimbangi dengan kesejahteraan petani yang membaik.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalbar, Drs Nyoto Widodo, ME ketika dikonfirmasi di sela-sela ‘In House Training Analisis Angka Statistik’ di Ruangan Serbaguna DPRD Kalbar, Rabu kemarin.
“Kalau kita lihat produksi beras Kalbar sudah 1,148 juta ton untuk 2007 ramalan kedua. Konsumsinya masih kurang dari 1 juta ton dan ini masih ada surplus, kalau kita hitung-hitung kasar,” jelasnya.
Mengenai stok beras sendiri, menurut Nyoto tidak ada kendala namun masalahnya terletak pendistribusian. “Cuma sekarang masalahnya pada distribusi. Penyebarannya menjadi masalah. Surplus secara total tetapi penyebaran bisa jadi terkendala infrastruktur. Bisa saja ada suatu daerah yang terpencil defisit beras sehingga timbul kerawanan pangan,” urainya.
Sedangkan daerah yang surplus pangan seperti Sambas, Mempawah, Ketapang dan sebagainya, ungkap Nyoto secara makro masih melampaui konsumsi, namun dirinya tidak hafal betul angka produksi dan konsumsi. “Surplus bisa stok di tingkat petani dan ini bisa dijual keluar sehingga di pasaran sulit ditemukan,” ucapnya.
Nyoto juga mengungkapkan nilai tukar petani yang merupakan indeks yang menunjukkan bagaimana kesejahteraan petani saat ini semakin membaik. “Untuk bulan Februari ini kesejahteraan petani membaik, sedangkan Maret belum selesai dihitung,” ucapnya.
Sementara itu Kabid Statistik Produksi, Ir La Eli Sugiono, MSi menambahkan di Kalbar terdapat sejumlah daerah yang surplus beras. “Daerah-daerah yang surplus itu Sambas, Bengkayang, landak, Ketapang dan Kabupaten Pontianak,” paparnya.
Sedangkan sejumlah daerah lainnya, menurut La Eli masih kekurangan beras sehingga diperlukan pendistribusian dari daerah surplus. “Untuk memenuhi kebutuhan seperti Kota Pontianak yang bukan penghasil beras perlu impor atau perdagangan antar pulau (PAP) terutama untuk waktu-waktu tertentu, surpluskan pada Januari-April sedangkan Mei-Desember kita kekuarangan sehingga perlu tambahan dari luar,” urainya.
La Eli juga menyarankan agar dalam impor perlu diatur dengan regulasi jelas. “Jangan sampai terkesan pengusaha tidak mau membeli beras lokal karena selsih harga di Jawa dengan di Kalbar lebih menguntungkan di sana,” ucapnya.
13 Juni, 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar