Hairul Mikrad
Borneo Tribune, Pontianak.
Memang benar pernyataan Kepala SMAN 1 Kota Pontianak, Drs. H. Fadhil Hazimat bahwa banyak anak Kalbar yang ‘pintar’. Salah satunya, Fidelis Adhika Pradipta. Alumnus SMA Gembala Baik tamatan 2005 ini ternyata jago Fisika.
Di penghujung kelas satu SMA, Dhika-panggilan kecil pemuda berkacamata ini-sudah mengikuti olimpiade nasional dan internasional. Dirinya lolos mewakili Kota Pontianak dan selanjutnya mewakili Kalbar di olimpiade tingkat nasional.
Di ajang nasional yang mempertemukan jago-jago Fisika se Indonesia itu, Dhika berhasil menyabet medali perak dan dirinya ditetapkan mewakili Indonesia ke olimpiade Fisika se-Asia dan Australia di Vietnam, Mei 2004.
Baru masuk kelas 2, Dhika sudah harus meninggalkan kedua orangtuanya, Irawan dan Siska serta adik satu-satunya, Stefani Citta Paramita untuk berangkat ke Jakarta mengikuti training.
“Saya setahun tidak belajar normal seperti teman-teman di sekolah. Setiap hari saya belajar Fisika saja untuk persiapan menghadapi olimpiade di Vietnam. Kami di Jakarta disediakan tempat tinggal, masuk training jam delapan pagi dan pulang jam lima,” cerita Dhika mengenang masa-masa training.
Untuk mewakili Indonesia, Dhika sebelumnya harus bersaing ketat dengan 36 pelajar pintar se-Indonesia. “Bulan pertama ada 36 orang, lantas kami setiap minggu tes dan kemudian lolos hanya delapan pelajar termasuk saya. Delapan orang ini yang dipertahankan dan ditraining,” ungkapnya.
Bagaimana belajar di masa training? Menurut Dhika, mereka hanya diberikan buku-buku serta setumpuk soal-soal Fisika setiap harinya. “Kami mempelajari buku-buku dan mengerjakan soal-soal. Tutor hanya datang satu jam menanyakan apakah ada permasalahan dan kemudian dibahas, selanjutnya pergi. Bila soal tidak selesai, kami kemudian melanjutkannya di rumah. Setiap hari seperti itu selama setahun,” kenang putra pertama Irawan-Siska ini.
Dhika tidak tahu pasti rangking yang didapatnya saat olimpiade Fisika Asia-Australia di Vietnam. “Saingannya kuat-kuat, setiap negara mengirim5-8 pelajar. Saya sangat senang sekali bisa ikut olimpiade dan sama sekali tidak menyangka. Saya bisa bertemu dengan orang banyak dari banyak negara, ikut lomba sekaliber ini rasanya luar biasa, apalagi dapat medali perak,” aku Dhika dengan tersipu-sipu saat ditanya mengenai perasaannya mengikuti lomba.
Walaupun Dhika bisa memperpanjang masa training untuk ikut olimpiade tahun berikutnya, Dhika memilih untuk berhenti. “Anak saya berpikir hidup tidak hanya Fisika dan dia tidak bisa lama-lama berpisah dengan keluar. Waktu kelas dua, pulang sebentar persiapan lalu ulangan umum,” sela Siska, ibu kandung Dhika.
Bea Siswa Semb Corp
Lepas mengikuti olimpiade Dhika kebanjiran tawaran masuk ke perguruan tinggi bonafide. Salah satunya dari Singapura.
Dhika pun mempersiapkan diri untuk kuliah. Universitas yang dipilihnya Mechanical Engineering dengan streaming Mechatronics di Nan Yang Technological University Singapore. Ini adalah kampus bonafide di negeri tetangga Indonesia namun sejajar dengan negara-negara maju di Eropa atau Amerika itu.
Di Singapura dengan beasiswa Semb Corp segala biaya Dhika ditanggung. Tidak hanya biaya akademis, tapi juga kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan begitulah enaknya jadi anak yang punya prestasi tinggi. Nilai belajarnya dihargai negeri manca.
Semb Corp adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan dan pengolahan limbah. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut, Dhika mendaftar dan ikut test di Jakarta. Pria berambut pendek lurus ini sebelumnya memasukkan karya tulis dan mengikuti test interview sehingga dinyatakan layak mendapatkan beasiswa tersebut. Akan tetapi predikat juara Fisika turut mengatrol keberhasilannya. □
Borneo Tribune, Pontianak.
Memang benar pernyataan Kepala SMAN 1 Kota Pontianak, Drs. H. Fadhil Hazimat bahwa banyak anak Kalbar yang ‘pintar’. Salah satunya, Fidelis Adhika Pradipta. Alumnus SMA Gembala Baik tamatan 2005 ini ternyata jago Fisika.
Di penghujung kelas satu SMA, Dhika-panggilan kecil pemuda berkacamata ini-sudah mengikuti olimpiade nasional dan internasional. Dirinya lolos mewakili Kota Pontianak dan selanjutnya mewakili Kalbar di olimpiade tingkat nasional.
Di ajang nasional yang mempertemukan jago-jago Fisika se Indonesia itu, Dhika berhasil menyabet medali perak dan dirinya ditetapkan mewakili Indonesia ke olimpiade Fisika se-Asia dan Australia di Vietnam, Mei 2004.
Baru masuk kelas 2, Dhika sudah harus meninggalkan kedua orangtuanya, Irawan dan Siska serta adik satu-satunya, Stefani Citta Paramita untuk berangkat ke Jakarta mengikuti training.
“Saya setahun tidak belajar normal seperti teman-teman di sekolah. Setiap hari saya belajar Fisika saja untuk persiapan menghadapi olimpiade di Vietnam. Kami di Jakarta disediakan tempat tinggal, masuk training jam delapan pagi dan pulang jam lima,” cerita Dhika mengenang masa-masa training.
Untuk mewakili Indonesia, Dhika sebelumnya harus bersaing ketat dengan 36 pelajar pintar se-Indonesia. “Bulan pertama ada 36 orang, lantas kami setiap minggu tes dan kemudian lolos hanya delapan pelajar termasuk saya. Delapan orang ini yang dipertahankan dan ditraining,” ungkapnya.
Bagaimana belajar di masa training? Menurut Dhika, mereka hanya diberikan buku-buku serta setumpuk soal-soal Fisika setiap harinya. “Kami mempelajari buku-buku dan mengerjakan soal-soal. Tutor hanya datang satu jam menanyakan apakah ada permasalahan dan kemudian dibahas, selanjutnya pergi. Bila soal tidak selesai, kami kemudian melanjutkannya di rumah. Setiap hari seperti itu selama setahun,” kenang putra pertama Irawan-Siska ini.
Dhika tidak tahu pasti rangking yang didapatnya saat olimpiade Fisika Asia-Australia di Vietnam. “Saingannya kuat-kuat, setiap negara mengirim5-8 pelajar. Saya sangat senang sekali bisa ikut olimpiade dan sama sekali tidak menyangka. Saya bisa bertemu dengan orang banyak dari banyak negara, ikut lomba sekaliber ini rasanya luar biasa, apalagi dapat medali perak,” aku Dhika dengan tersipu-sipu saat ditanya mengenai perasaannya mengikuti lomba.
Walaupun Dhika bisa memperpanjang masa training untuk ikut olimpiade tahun berikutnya, Dhika memilih untuk berhenti. “Anak saya berpikir hidup tidak hanya Fisika dan dia tidak bisa lama-lama berpisah dengan keluar. Waktu kelas dua, pulang sebentar persiapan lalu ulangan umum,” sela Siska, ibu kandung Dhika.
Bea Siswa Semb Corp
Lepas mengikuti olimpiade Dhika kebanjiran tawaran masuk ke perguruan tinggi bonafide. Salah satunya dari Singapura.
Dhika pun mempersiapkan diri untuk kuliah. Universitas yang dipilihnya Mechanical Engineering dengan streaming Mechatronics di Nan Yang Technological University Singapore. Ini adalah kampus bonafide di negeri tetangga Indonesia namun sejajar dengan negara-negara maju di Eropa atau Amerika itu.
Di Singapura dengan beasiswa Semb Corp segala biaya Dhika ditanggung. Tidak hanya biaya akademis, tapi juga kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan begitulah enaknya jadi anak yang punya prestasi tinggi. Nilai belajarnya dihargai negeri manca.
Semb Corp adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan dan pengolahan limbah. Untuk mendapatkan beasiswa tersebut, Dhika mendaftar dan ikut test di Jakarta. Pria berambut pendek lurus ini sebelumnya memasukkan karya tulis dan mengikuti test interview sehingga dinyatakan layak mendapatkan beasiswa tersebut. Akan tetapi predikat juara Fisika turut mengatrol keberhasilannya. □
Tidak ada komentar:
Posting Komentar