29 Mei, 2009

Pembabatan Mangrove di Kuala Karang

Khalid: Utamakan Kepentingan Jangka Panjang

Pemerintah Kabupaten Kubu Raya (KKR) diminta untuk tegas terhadap para pengusaha tambak yang terindikasi membabat hutan lindung mangrove di kawasan Desa Kuala Karang, Teluk Pakedai.
“Bagi yang membabat hutan lindung, apalagi itu Mangrove tidak boleh diampuni. Pemerintah harus tegas dan tidak perlu bertele-tele. Kita harus lebih memikirkan kepentingan jauh ke depan, kelestarian kawasan tersebut bukan kepentingan sesaat,” ucap Anggota DPRD KKR, Khalid Hermawan.
Khalid menyikapi indikasi pembabatan hutan Mangrove yang dilakukan PT Kandelia Alam di Desa Kuala Karang Kecamatan Teluk Pakedai. Diberitakan sebelumnya, masyarakat melaporkan sudah terjadi ‘pembersihan’ terhadap Mangrove seluas 30 hektar.
Selain itu perusahaan yang disebut-sebut milik salah satu bos dealer sepeda motor di Kalbar tersebut izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) nya menurut Kadishutbun KKR telah dicabut dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 541/Kpts-II/2002.
Sebelumnya perusahaan ini mengantongi izin berdasarkan Keputusan Bupati Pontianak Nomor 103.A Tahun 2003, yang diterbitkan pada tanggal 28 Mei 2003 dimana PT Kandelia Alam telah diberikan IUPHHK pada hutan alam (Mangrove) seluas 16.000 hektar.
“Kita minta Pemerintah dan aparat terkait serius menangani persoalan ini sebelum bencana alam besar akan menimpa Kubu Raya terutama di pesisir pantai akibat hutan yang penahan gelombang ludes. Ini yang saya sebut, mari berpikir untuk kepentingan lebih besar mengingat dan harus disadari bumi ini bukan untuk kita, tetapi titipan anak cucu,” tukasnya.
Ditegas alumni Fakultas Teknik Untan ini, dirinya tidak melarang investasi di kawasan Mangrove karena ini lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, namun investasi dan berusaha dengan prinsip pembangunan berkelanjutan tentu jauh lebih baik dibanding membabat hutan. “Silahkan berusaha dan berinvetasi tetapi jangan sampai merusak alam. Kita juga tidak ingin hutan lestari rakyat kelaparan. Tentu yang lebih baik mensinergikan semua kepentingan dengan kepentingan lebih panjang, kelestarian alam,” tukasnya.
Diingatkan Khalid, bila terjadi bencana akibat rusaknya Mangrove, selain masyarakat yang menjadi korban secara langsung, juga pemerintah yang akan menanggung semua beban kerusakan. “Saya rasa, ketika tambak tidak memberikan keuntungan, pengusaha tidak ada beban meninggal lokasi tersebut, sementara habitat sudah rusak dan bila terjadi bencana siapa yang rugi,” pesan Khalid
Selama ini, kasus pembabatan Mangrove di KKR yang mencuat ke permukaan untuk kepentingan tambak dan lainnya tidak pernah tuntas dan jelas penyelesaiannya. “Belum ada pengusaha yang dijadikan tersangka, yang ada hanya rakyat. Pengusaha yang punya modal dan menyediakan alat berat sama sekali belum tersentuh. Ini terkesan ada apa-apanya,” tukas legislator dari Partai Keadilan Sejahtera ini (PKS).
Dari data Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP) Mangrove Indonesia tahun 1999 menyebutkan sekitar 44,36% dari 472.365,80 hektare hutan mangrove di Kalbar mengalami kerusakan dengan berbagai tingkatan, mulai rusak ringan, sedang, hingga parah. Kerusakan 209.541, 47 ha hutan pantai itu disebabkan faktor alam dan kegiatan eksploitasi, semisal pembukaan wilayah dan pembangunan tambak skala besar.
Mangrove sendiri selain berperan dalam melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan, juga berperan sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian terbawa ke tengah laut oleh arus.
Di Kalbar terjadi kerusakan Mangrove akibat konversi 300 ha kawasan tersebut menjadi tambak di Desa Dabung dan Sepade, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya.
Dari data Dishubun Kubu Raya dari 55.439 hektar hutan mangrove yang di Kabupaten termuda tersebut, sekitar 3.981 hektar di antaranya tergolong rusak berat dan 561 hektar rusak ringan. Selain disebabkan maraknya pemanfaatan kayu untuk kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar dan untuk pembukaan tambak udang, kerusakan juga disebabkan tingginya abrasi pada ekosistem mangrove di Kubu Raya.

Tidak ada komentar: