Kasus kandasnya kapal motor (KM) Lawit jurusan Pontianak-Surabaya yang membawa ratusan penumpang dan puluhan anak buah kapal (ABK) di alur antara BUOY No 3 dan 4 pelayaran muara Jungkat sejak Kamis (23/4) pukul 02.00 patut menjadi pelajaran berharga bagi kita semua terutama Pelindo, Departemen Perhubungan, Pemerintah Daerah.
Kandasnya kapal ini sebagai bentuk peringatan agar pemerintah segera merencanakan bahkan merealisasikan pembangunan pelabuhan baru yang lebih respresentatif, baik dari segi daya dukung prasarana, akses ke ibukota provinsi, perekonomian, sosial dan kemampuan keuangan maupun dampak lainnya.
Ini juga membuktikan bahwa alur muara Jungkat sudah sangat dangkal dan membutuhkan penggerukan. Tentu tidak mungkinkan, kapal keluar masuk menunggu air pasang? Lantas bagaimana bila Kalbar didera musim kemarau berkepanjangan dan air Sungai Kapuas surut hingga hanya memiliki kedalaman 3-4 meter saja?
Dampaknya, membawa penderitaan yang sangat besar bagi rakyat Kalbar. Pasalnya arus keluar masuk orang, barang dan jasa akan sangat terhambat dan terlambat. Ini akan menciptakan high cost. Mau tidak mau transportasi udara jadi pilihan dan tentunya harganya jauh lebih mahal.
Masyarakat juga akan menderita karena kebutuhan terutama sembilan bahan pokok (Sembako) dan lainnya, sebagian besar dipasok dari luar Kalbar. Bila terlambat saja, harga barang-barang kebutuhan tersebut akan cepat melonjak. Rakyat yang kembali menderita.
Di saat barang mahal di pasaran, secara bersamaan, masyarakat juga tidak bisa mengangkut, mendistribusikan dan memasarkan hasil pertanian, perkebunan, perikanan maupun produk-produk lainnya ke luar Kalbar yang merupakan pangsa pasar mereka. Mereka akan menanggung rugi biaya produksi dan yang pasti tidak memperoleh pendapatan yang berarti. Alhasil Berapa daerah ini akan menambah angka kemiskinan dan masyarakat yang kehilangan pekerjaan?
Sementara itu, penggerukan i sendiri hanya langkah pemeliharan untuk jangka pendek yang tentu menyedot dana dalam jumlah besar dan bukan pemecahan masalah dalam jangka panjang.
Sudah saatnya, ada alternatif pelabuhan lain yang jauh lebih respresentatif dengan sarana prasarananya. Tentu ini tidak semudah mengembalikan telapak tangan dan membutuhkan biaya yang besar, namun untuk kepentingan yang lebih dan jangka panjang, mengapa tidak kita mulai? Tentu tanpa korupsi dunk. Semoga.
14 Mei, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar