29 Oktober, 2009

Bangkit

Bangkit itu susah,
Susah melihat orang lain susah
Senang melihat orang lain senang
Bangkit itu takut
Takut untuk Korupsi
Takut untuk makan yang bukan haknya
Bangkit itu malu
Malu menjadi benalu
Malu minta melulu
Bangkit itu Marah
Marah bila martabat bangsa dilecehkan
Bangkit itu Mencuri
Mencuri perhatian dunia dengan prestasi
Bangkit itu tidak ada
Tidak ada kata menyerah
Tidak ada kata putus asa
Bangkit itu aku
Aku untuk Indonesiaku jaya
Bangkit negeriku! Harapan itu masih ada!


Puisi Dedy Mizwar tersebut kerap kita dengar di layar televisi. Puisi ini sarat makna dan mengisahkan kondisi kekinian bangsa. Puisi yang mengajak kita untuk terus bangkit dan memberikan yang terbaik bagi bangsa ini.
Makna-makna tersebut seharusnya menggugah jiwa kita. Mengalir bersama darah yang menggerakkan sendi-sendi kehidupan untuk membangun diri lebih kreatif. Kreatif tanpa putus asa dan pantang menyerah akan membuat-membuka peluang meraih kehidupan lebih baik. Kehidupan tanpa menyusahkan orang lain, tanpa korupsi, tidak perlu menjadi benalu yang minta melulu.
Ya, bangsa ini membutuhkan putra-putri yang memiliki jiwa untuk bangkit. Bangkit dengan rasa kepedulian dan kebangsaan yang tinggi. ‘Bangkit itu Marah, Marah bila martabat bangsa dilecehkan’
Saat ini, kita memang harus marah. Marah karena batasan wilayah bangsa yang mulai diusik dan hendak diklaim bangsa lain. Marah karena hutan ditebang secara illegal, marah karena kekayaan-kekayaan laut yang dicuri nelayan-nelayan asing.
9 Juli 2009 ini, bangsa ini memiliki kesempatan untuk bangkit serentak. Bangkit dalam memberikan suara memilih calon presiden dan wakil presiden. Memilih yang terbaik dari putra-putra terbaik bangsa. Memilih yang ‘bisa’ membuat rakyat Indonesia sejahtera bagi ekonomi, pendidikan, kesehatan. Ingat, harapan itu masih ada dan tergantung kita semua.

Tidak ada komentar: