‘Pusiingg’, begitu singkat sms yang masuk di handphone milik saya. Pengirimnya seorang teman yang dulu aktif di tim pembentukan Kabupaten Kubu Raya.
Ia kemudian secara aktif via sejumlah pesan singkat mengaku sangat prihatin dan kecewa atas kasus lelang pembangunan Kantor Bupati Kubu Raya. Ia mengaku lebih pusing lagi ketika membaca lokasi pembangunannya disarankan agar dipindahkan dan terakhir lelang dibatalkan.
Seperti kita ketahui, keributan massa sempat terjadi saat proses lelang pembangunan Kantor Bupati. Sejumlah massa menghadang kontraktor, bahkan Kapoltabes pun sempat dihadang. Dampaknya puluhan massa diangkut dan beberapa mereka ditahan, termasuk juga seorang yang disebut-sebut sebagai pria yang bertugas membagi-bagikan uang.
Kerisauan teman tersebut wajar. Karena perbuatan segelintir warga-mungkin ada juga yang bukan warga KKR- membuat pembangunan Kantor Bupati yang merupakan sebuah ‘kebanggaan’ daerah termuda ini ditunda.
Ya, buntutnya kenyamanan, kemudahan, kedekatan dan kecepatan pelayanan terhadap publik sebagai cita-cita pembentukan KKR kembali tergadaikan. Apalagi ada keinginan lokasi di arteri A Yani dipindahkan ke daerah yang memungkinkan. Di era Penjabat Bupati, pernah disebut-sebut lokasi pembangunan terpusat di pinggir Sungai Raya berbatasan dengan Kecamatan Rasau Jaya. Bahkan terdengar juga sejumlah lokasi lainnya dan terakhir di samping Kantor Bupati sementara ini.
Jelas pembangunan Kantor Bupati ini memerlukan lahan yang luas dan berkaitan dengan pembebasan lahan serta di situ ada dana yang besar. Mungkin ada baiknya, kita belajar dari sejumlah pembebasan lahan untuk pembangunan gedung pemerintah di kabupaten lainnya yang bermasalah.
Terlepas dari itu semua, bagi warga KKR, Kantor Bupati haruslah mudah diakses dari manapun. Apalagi ketika tamu datang dari luar Kalbar bisa melihat langsung kemegahan Kantor Bupati KKR ini. Suatu kebanggaan bila menjadi Kantor Bupati pertama yang mereka lihat ketika menginjak bumi Khatulistiwa.
Kantor bupati diharapkan lebih memberikan kesan kerakyatan, mencerminkan keragaman budaya, etnis, agama maupun seni serta kemajuan sebagai wujud kabupaten terdepan. Ya, kita hanya bisa berharap.
Saya melalui facebook sempat mendiskusikan dengan seorang senior yang kini aktif di lembaga kontraktor-- mengenai kasus Kantor Bupati KKR. Menurutnya, karena ini persoalan yang dilakukan massa yang menghadang kontraktor, jadi bukanlah kesalahan panitia, terpenting panitia dalam bekerja tetap berpegang pada aturan seperti Keppres 80 dan tidak ikut ‘bermain api’. Namun, untuk proyek sebesar ini diperlukan pengamanan yang cukup apalagi terindikasi bakal ribut.
Lantas apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS) boleh menjadi kontraktor dan memborong pembangunan gedung pemerintah? Senior tadi menyatakan bahwa sesuai aturan di negeri ini tidak diperbolehkan kecuali ‘sembunyi-sembunyi nyambil’. Senior tersebut yakin, bila PNS yang jadi kontraktor, tentu di dalam berkas-berkas perusahaan maupun penawaran tidak ada namanya.
Mengenai pembatalan? Senior tadi menegaskan hal tersebut merupakan haknya panitia untuk menjamin pelelangan berlangsung fair play dan tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Senior ini pun berharap, sebagai kabupaten baru, Kubu Raya harus menancapkan pondasi yang baik untuk proses pembangunan dan kemajuan kedepannya. Mengedepankan transparansi serta menjauhi dan tidak menumbuhsuburkan KKN.
Ya, kita berharap pembatalan pembangunan Kantor Bupati KKR tidak berlangsung lama mengingat usia daerah otonom ini sudah lebih dua tahun dan masyarakat sudah tidak sabar mendapatkan pelayanan terbaik. Kepada pihak-pihak yang ‘bermain’ agar tidak lagi memperkeruh suasana dan kita berharap pihak kepolisian secara terbuka juga mengungkap siapa ‘otak dan penyandang dana’ dari kasus lelang Kantor Bupati ini, tidak terhenti hanya kepada sosok ‘penyalur’ dana pergerakan tersebut. Kita tunggu saja.
29 Oktober, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar